Berdasarkankenyataan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) di Tambak Intensif PT. Kencana Suppa Permai Pinrang dengan judul Tugas Akhir "Manajemen Pemberian Pakan pada Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif PT.Kencana Suppa Permai Pinrang". 1.2 Tujuan dan Kegunaan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Budidaya kepiting - Baru-baru ini sudah di anggap paling hemat dan memangkas biaya sehingga bisnis ini menghasil untung besar karena modal komponennya sudah bisa di pangkas. Budidaya kepiting dengan cara ini sangat berbeda dengan cara lama yaitu dengan sistem tambak horisontal,biaya membengkak dan membutuhkan lahan luas. Budidaya kepiting dengan box atau kotak kandang bahan plastik dan bisa di tempatkan dimana saja. Box dianggap paling hemat untuk budidaya kepiting Cara ini bisa di terapkan di rumah Di rancang untuk budidayakan kepiting dengan ukuran yang tepatBudidaya kepiting dengan box Crab sistem ras vertikal Tersedia pembuangan sisa pakan/ Crab di produksi dengan presisi yang sempurna,ulet dan endapan box di buat miring memudahkan membuang Over lengkapi pintu dan kunci desain out let dop dapat mengurangi hingga 50% dari biaya tenaga kepiting dengan Sistem vertikal Tingkat kehidupan 90-95 % berbeda dengan horizontal hanya 50-70 %.keyword Cara budidaya kepiting air tawar,budidaya kepiting bakau,budidaya kepiting di rumah,budidaya kepiting di surabaya,budidaya kepiting dalam ember,budidaya kepiting dalam kotak,budidaya kepiting soka,budidaya kepiting sistem ras,budidaya kepiting lampung,teknologi budidaya kepiting,budidaya kepiting di kolam terpal,budidaya kepiting vertikal, Lihat Money Selengkapnya
Ikanyang digunakan dalam Budikdamber yaitu 50 ekor ikan lele yang berukuran 10-13 cm dalam ember 60 L. Program PPM ini dilakukan selama kurang lebih satu bulan dan berhasil menghasilkan output
Kegiatan pembesaran kepiting bakau hasil pembenihan di tambak masih terbatas dan pada umumnya masih merupakan kegiatan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, sintasan, produksi, dan membuat analisis usaha pembesaran krablet kepiting bakau hasil pembenihan pada beberapa lokasi tambak tradisional. Penelitian dilakukan di tiga lokasi tambak yaitu Maros, Pangkep, dan Polewali Mandar Polman. Tambak yang digunakan pada setiap lokasi merupakan tambak tradisional berkonstruksi tanah dengan sistem penggantian air berdasarkan pasang surut. Krablet kepiting bakau dengan kisaran bobot 0,05-0,1 g/ekor ditebar dengan kepadatan 0,24 ekor/m2 dan 0,27 ekor/m2 untuk Kabupaten Pangkep dan Polman secara berurutan sedangkan pada Kabupaten Maros dengan kepadatan 0,53 ekor/m2. Jenis pakan yang diberikan yaitu ikan rucah atau ikan liar yang ada di sekitar lokasi tambak dengan dosis 5%-10% dari biomassa dan diberikan dua atau tiga hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan kepiting bakau di tiga lokasi pada bulan ketiga diperoleh bobot akhir rata-rata dengan kisaran 131,05-199,50 g/ekor 163,17 ± 34,42; sintasan 22%-36,94% 30,41 ± 7,65; dan produksi 79,25-272,12 kg/ha 176,07 ± 96,43. Keuntungan tertinggi diperoleh pada lokasi Maros yaitu dan terendah di lokasi Polman yaitu Nilai R/C rasio untuk semua lokasi menunjukkan lebih besar dari satu yang berarti bahwa usaha pembesaran kepiting bakau di tambak menggunakan krablet asal hatchery merupakan usaha yang layak. Ketersediaan pakan yang cukup, keberadaan shelter, pergantian air secara rutin dan kondisi kualitas air yang optimal merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan produksi pada ketiga lokasi di samping meningkatkan kepadatan sampai 1 ekor/m2. The grow-out cultures of hatchery-produced mudcrab seed in pond are rare and mostly part of research activities. The purpose of this study was to determine the performance of growth, survival rate, production, and develop a business analysis of mudcrab S. tranquebarica grow-out culture in different pond locations using hatchery-reared seed. The study was conducted in three pond areas in Maros, Pangkep, and Polewali Mandar Polman. The ponds used in each location were traditional soil ponds with sufficient tidal system for water exchange. Crablets with a weight range of g were reared in the ponds located in Pangkep, Polman and Maros with stocking densities of and ind./m2, respectively. The feed used was trash fish or locally caught wild fish and given 5%-10% of the total crab biomass once every two or three days. The results showed that the average final weight of mudcrab in the three locations during three months rearing period was g/ind. ± with survival rates of 22% ± and crab production of kg/ha ± The highest profit was obtained by grow-out culture in Maros location IDR 5,454,750/ha/cycle followed by Pangkep location IDR 4,624,400/ha/cycle and the lowest at Polman location IDR 317,150/ha/cycle. The R/C ratio for all locations was greater than one which means that mudcrab culture in pond using seed from hatchery is economically feasibility. Figures - uploaded by Muhammad Nur SyafaatAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Muhammad Nur SyafaatContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 21Media Akuakultur, 13 1, 2018, 21-30 Korespondensi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau danPenyuluhan Perikanan. Jl. Makmur Dg. Sitakka Maros90512, Sulawesi Selatan, + 62 411 371544E-mail online di PEMBESARAN KEPITING BAKAU Scylla tranquebarica Fabricius, 1798HASIL PEMBENIHAN PADA LOKASI TAMBAK YANG BERBEDAMuhammad Nur Syafaat dan GunartoBalai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan PerikananNaskah diterima 15 Desember 2016; Revisi final 27 November 2017; Disetujui publikasi 28 November 2017ABSTRAKKegiatan pembesaran kepiting bakau hasil pembenihan di tambak masih terbatas dan pada umumnyamasih merupakan kegiatan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, sintasan,produksi, dan membuat analisis usaha pembesaran krablet kepiting bakau hasil pembenihan pada beberapalokasi tambak tradisional. Penelitian dilakukan di tiga lokasi tambak yaitu Maros, Pangkep, dan PolewaliMandar Polman. Tambak yang digunakan pada setiap lokasi merupakan tambak tradisional berkonstruksitanah dengan sistem penggantian air berdasarkan pasang surut. Krablet kepiting bakau dengan kisaranbobot 0,05-0,1 g/ekor ditebar dengan kepadatan 0,24 ekor/m2 dan 0,27 ekor/m2 untuk Kabupaten Pangkepdan Polman secara berurutan sedangkan pada Kabupaten Maros dengan kepadatan 0,53 ekor/m2. Jenispakan yang diberikan yaitu ikan rucah atau ikan liar yang ada di sekitar lokasi tambak dengan dosis 5%-10%dari biomassa dan diberikan dua atau tiga hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhankepiting bakau di tiga lokasi pada bulan ketiga diperoleh bobot akhir rata-rata dengan kisaran 131,05-199,50 g/ekor 163,17 ± 34,42; sintasan 22%-36,94% 30,41 ± 7,65; dan produksi 79,25-272,12 kg/ha176,07 ± 96,43. Keuntungan tertinggi diperoleh pada lokasi Maros yaitu danterendah di lokasi Polman yaitu Nilai R/C rasio untuk semua lokasi menunjukkanlebih besar dari satu yang berarti bahwa usaha pembesaran kepiting bakau di tambak menggunakankrablet asal hatchery merupakan usaha yang layak. Ketersediaan pakan yang cukup, keberadaan shelter,pergantian air secara rutin dan kondisi kualitas air yang optimal merupakan faktor penting yang perludiperhatikan untuk meningkatkan produksi pada ketiga lokasi di samping meningkatkan kepadatan sampai1 ekor/ KUNCI pembesaran; kepiting bakau; tambakABSTRACT The grow-out cultures of hatchery-produced mudcrab Scylla tranquebarica Fabricius, 1798 culturedat different pond locations. By Muhammad Nur Syafaat dan GunartoThe grow-out cultures of hatchery-produced mudcrab seed in pond are rare and mostly part of research activities. Thepurpose of this study was to determine the performance of growth, survival rate, production, and develop a businessanalysis of mudcrab S. tranquebarica grow-out culture in different pond locations using hatchery-reared seed. Thestudy was conducted in three pond areas in Maros, Pangkep, and Polewali Mandar Polman. The ponds used in eachlocation were traditional soil ponds with sufficient tidal system for water exchange. Crablets with a weight range g were reared in the ponds located in Pangkep, Polman and Maros with stocking densities of ind./m2, respectively. The feed used was trash fish or locally caught wild fish and given 5%-10% of the total crabbiomass once every two or three days. The results showed that the average final weight of mudcrab in the threelocations during three months rearing period was g/ind. ± with survival rates of22% ± and crab production of kg/ha ± The highest profitwas obtained by grow-out culture in Maros location IDR 5,454,750/ha/cycle followed by Pangkep location IDR4,624,400/ha/cycle and the lowest at Polman location IDR 317,150/ha/cycle. The R/C ratio for all locations wasgreater than one which means that mudcrab culture in pond using seed from hatchery is economically culture; mudcrab; pond 22 Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460Budidaya pembesaran kepiting bakau Scylla tranquebarica ..... Muhammad Nur SyafaatPENDAHULUANEksploitasi kepiting bakau secara besar-besaran dialam telah mengindikasikan terjadinya over fishingtangkap lebih di beberapa wilayah Indonesia Gunartoet al., 2016 sehingga pemerintah mengeluarkan aturanyang tegas melalui peraturan Menteri Kelautan danPerikanan untuk membatasikegiatan penangkapan. Produksi benih dari hatcherydan kegiatan pembesaran kepiting bakau yangmenggunakan benih dari hatchery merupakan salah satusolusi dari adanya pembatasan kegiatan penangkapankepiting bakau di alam. Penelitian terhadap berbagaiaspek pembesaran benih yang berasal dari hatcheryperlu dilakukan, misalnya transportasi benih kepitingdari laboratorium ke tambak dan pembesaran benihdi tambak Permadi & Juwana, 2014.Di Indonesia, kegiatan pembesaran kepiting bakauhasil pembenihan di tambak masih terbatas dan padaumumnya masih merupakan kegiatan penelitian diinstalasi riset atau kegiatan penelitian di lahanmasyarakat. Herlinah et al. 2010 melaporkanbahwasannya pembesaran krablet kepiting bakau hasilpembenihan dengan menggunakan jenis pakan ikanrucah dan gabungan antara pakan ikan rucah dan peletudang memperoleh bobot akhir rata-rata yang lebihbaik setelah dipelihara selama tiga bulan yaitu 122,5g/ekor sintasan 54,5% dan 130,4 g/ekor sintasan52,3% secara berurutan dibandingkan perlakuan yanghanya menggunakan pakan pelet saja yaitu 97,8 g/ekorsintasan 52%. Widodo et al. 2010 mendapatkansintasan sekitar 15% dengan bobot akhir rata-rata 316g setelah memelihara krablet kepiting bakau hasilpembenihan selama enam bulan di lahan mangrovedengan sistem silvofishery tanpa pemberian pakantambahan. Hendrajat & Gunarto 2013 menelitimengenai perbandingan pertumbuhan krablet kepitingbakau S. olivacea dan S. paramamosain hasilpembenihan di tambak dan didapatkan pertumbuhandari S. paramamosain cenderung lebih baik dibandingS. olivacea. Gunarto & Syafaat 2015 melaporkansintasan dan produksi pada pembesaran kepitingbakau hasil pembenihan dengan frekuensi pemberianpakan sekali per dua dan tiga hari tidak berbeda nyatadengan perlakuan yang diberi pakan setiap & Juwana 2014 mengkaji mengenaipembesaran krablet kepiting bakau hasil pembenihandi keramba jaring dasar di tambak dan diperolehsintasan mencapai 48,79%. Sulaeman et al. 2010melakukan ujicoba polikultur kepiting bakau denganrumput laut dan dapat mencapai sintasan kepitingbakau >60% selama tiga bulan antara faktor penting yang dapat memengaruhikegiatan pembesaran organisme budidaya pada satulokasi adalah karakteristik dari tambak itu sendirimisalnya konstruksi pematang, adanya pintupemasukan dan pembuangan air, kualitas air, dan lainnyayang dapat mendukung pertumbuhan organisme yangdibudidayakan pada lokasi tersebut. Lekang 2013mengemukakan bahwa performa optimal dari unit-unitproduksi ed. misal wadah budidaya merupakan halpenting karena membentuk sistem produksi dalamusaha budidaya. Berdasarkan hal tersebut di atas makapenelitian ini bertujuan untuk mengetahuipertumbuhan, sintasan, produksi, dan membuatanalisis usaha pembesaran krablet kepiting bakau hasilpembenihan pada beberapa lokasi tambak DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi, terdiriatas dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yaituKabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep dan satulokasi di Provinsi Sulawesi Barat yaitu KabupatenPolewali Mandar Polman Gambar 1. Penggunaan tigalokasi pada penelitian ini tidak dimaksudkan sebagaiuji multilokasi mengingat banyaknya parameter yangberbeda antara ketiga lokasi. Penelitian inidimaksudkan sebagai kegiatan ujicoba sekaligussosialisasi budidaya kepiting bakau di tambakmenggunakan benih dari hatchery. Tambak yangdigunakan pada setiap lokasi merupakan tambaktradisional berkonstruksi tanah dengan sistempenggantian air berdasarkan pasang surut. Spesifikasitambak ditunjukkan pada Tabel kepiting bakau dengan kisaran bobot 0,05-0,1 g ditebar dengan kepadatan 0,24 ekor/m2 dan 0,27ekor/m2 untuk Kabupaten Pangkep dan Polman secaraberurutan, sedangkan pada Kabupaten Maros dengankepadatan 0,53 ekor/m2. Pengangkutan krablet kelokasi Pangkep dan Polman menggunakan styrofoamdengan metode kering tanpa air. Styrofoam bagiandalam dilengkapi dengan shelter pelindung berupawaring hitam dan paranet Gambar 2. Kondisi krabletdalam keadaan baik setelah menempuh perjalanansekitar satu jam ke lokasi Kabupaten Pangkep dansekitar lima jam ke Kabupaten pakan yang diberikan selama pemeliharaantiga bulan yaitu ikan rucah atau ikan liar yang ada disekitar lokasi tambak dengan dosis 5%-10% daribiomassa mengacu pada penelitian Pillai et al., 2002;Muchlisin & Azizah, 2009; Qomariyah et al., 2014;Gunarto & Syafaat, 2015; Permadi & Juwana, 2016dan diberikan dua atau tiga hari sekali ± tiga kalisepekan. Pertumbuhan kepiting bakau dipantaudengan melakukan sampling pertumbuhan setiap bulanuntuk mengukur bobot, serta lebar dan panjangkarapas. Pengukuran berat menggunakan timbangan Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 23Media Akuakultur, 13 1, 2018, 21-30elektrik dengan ketelitian 0,01 g sedangkan lebar danpanjang karapas diukur menggunakan kaliper denganketelitian 0,1 yang diamati berupa pertumbuhan rata-rata pertumbuhan harian dan laju pertumbuhanspesifik dan pertumbuhan harian g dihitung denganpersamaanSedangkan laju pertumbuhan harian %/hari diukurdengan persamaandi manaWt= bobot akhir gWo= bobot awal gt= lama pemeliharaan hariTabel 1. Karakteristik lokasi tambak kepiting bakau dengan benih berasal dari hatcheriTable 1. Pond specifications for grow-out culture of mud crab seed from hatchery in the three locationsGambar 1. Peta lokasi kegiatan Maros, Pangkep, dan Polman.Figure 1. Research site locations Maros, Pangkep, and Polman.Luas tambakPond area m2800 5,000 2,800SalinitasSalinity ppt 20-30 15-25 10-20Lebar saluran tambakChannel width of pond m 2 5 2Sumber airWater sources Sungai lewat saluranRiver through channel Sungai lewat saluranRiver through channel Laut lewat saluranSea through channelJarak dari sumber airDistance from water sources m 300 10 100tWWg harian npertumbuha rataRata ot 100 x tInWInW%/hari SGR ot 24 Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460Budidaya pembesaran kepiting bakau Scylla tranquebarica ..... Muhammad Nur SyafaatSintasan dihitung menggunakan persamaandi manaS1 = jumlah individu yang dipanenS0 = jumlah individu pada penebaran awal Muchlisin & Azizah, 2009; Muchlisin et al., 2006Pada akhir kegiatan dilakukan analisis usaha padaketiga lokasi yang mengacu pada Adi 2011 dan Syafaatet al. 2013 untuk mengetahui tingkat kelayakannyasecara ekonomi. Perhitungan analisis usaha tidakmemasukkan sewa lahan sebagai biaya investasi karenamenggunakan lahan sendiri sedangkan biaya pakandimasukkan pada biaya variabel walaupun pakan yangdigunakan merupakan hasil tangkapan sendiri berupaikan-ikan liar di sekitar pendukung yang dikumpulkan selama kegiatanyaitu data kualitas air, tanah, dan air yang diamati berupa suhu, salinitas, danoksigen. Pengukuran suhu dan oksigen menggunakanDO meter The CyberScan DO 110 - Eutech sedangkansalinitas diukur menggunakan refraktometer Atago.Setiap lokasi juga diambil sampel tanah untukmengukur kandungan bahan organik, karbon organik,N total, PO4 fosfat, dan P2O5 difosfor pentaoksida/diphosphor pentaoxide. Pengamatan makrobentosdilakukan dengan mengambil sampel tanah sebanyaktiga titik di setiap lokasi tambak kemudian disaringmenggunakan saringan plastik dengan mesh size ± 1mm. Identifikasi makrobentos mengacu kepada Arnold& Birtles 1989 dan Smith & Carlton 1975. Datapertumbuhan, sintasan, dan produksi kepiting bakaudari tiga lokasi yang diperoleh dibahas secaradeskriptif dengan bantuan tabel dan DAN BAHASANKarakteristik Tambak, Kualitas Air, Tanah, danKomposisi MakrozoobentosTambak yang digunakan pada penelitian iniseluruhnya adalah tambak tradisional dan berada dekatdengan areal mangrove. Jenis tambak tradisionaldipilih karena dianggap memiliki kondisi yang hampirsama dengan habitat kepiting bakau di alam, selainitu, lokasi tambak juga dipasangi waring hitam disekelilingnya untuk mencegah keluarnya parameter kualitas air yang dimonitorsecara bulanan yaitu suhu, salinitas, dan DO. Masapemeliharaan kepiting bakau yang bertepatan denganmusim hujan menyebabkan kondisi salinitas yangrendah pada setiap lokasi khususnya pada masa awalpemeliharaan namun suhu dan DO yang diperolehcukup baik untuk daerah Polman. Shelley & Lovatelli2011 menjelaskan bahwa budidaya kepiting bakaupada kondisi salinitas yang rendah 5-12 ppt dapatmengakibatkan sintasan yang rendah dan moulting yanglambat sehingga tambak harus diisi dengan air payausampai air laut sepenuhnya 10-35 ppt.Pengukuran kualitas tanah dimaksudkan untukmengetahui daya dukung tanah tambak pada setiaplokasi untuk kegiatan budidaya sebagaimana yangdisajikan pada Tabel 2 dan juga untuk mengetahuipengaruhnya terhadap komposisi makrozoobentosTabel 3. Hasil pengamatan menunjukkan nilai yanglebih tinggi pada lokasi tambak di Maros untuk setiapparameter tanah yang diukur dibandingkan denganlokasi lainnya. Perbedaan kualitas tanah yang diperolehpada ketiga lokasi kemungkinan memiliki keterkaitandengan keberadaan makrozoobentos pada ketiganyakhususnya ketersediaan bahan organik. Pong-masakGambar 2. Wadah pengangkutan krablet; A shelter berupa paranet dalam styrofoam, Bboks styrofoam berisi krablet siap kirim, C kondisi krablet saat tiba 2. Crablet transportation container; A shelter using paranet in styrofoam, B crabletbox ready to send, C crablet condition upon arrival at the x S0S1Sintasan Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 25Media Akuakultur, 13 1, 2018, 21-30& Pirzan 2006 mengemukakan bahwa parameterbahan organik, SO4, dan Fe termasuk faktor penentuterhadap dinamika makrozoobentos dalam substratdasar perairan. Lokasi tambak Maros yang memilikibahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lokasilainnya dipengaruhi oleh lokasinya yang merupakankawasan mangrove sehingga banyak daun mangroveyang gugur ke tambak dan menjadi serasahsebagaimana terlihat pada saat pengambilan sampeltanah. Pada lokasi Maros, kelimpahanmakrozoobentos tidak diikuti dengankeanekaragaman yang tinggi sebagaiman yang adapada lokasi yang hidup di lingkungan mangrovekhususnya dari golongan cacing Polychaeta, dapatdigunakan untuk memprediksi peranan atau kontribusiekosistem mangrove sebagai sumber atau stok pakanalami bagi lingkungan tambak rakyat yang ada disekitarnya Muhammad et al., 2013. Keberadaanmakrozoobentos yang lebih banyak di lokasi Marosdan Pangkep dibandingkan dengan lokasi Polman yangditunjang dengan kondisi kualitas air yang baikkhususnya salinitas diduga merupakan salah satufaktor pendukung sehingga diperoleh produksi yanglebih banyak pada kedua lokasi tersebut dibandingkandengan lokasi Polman Tabel 3. Lokasi tambak yangTabel 2. Hasil pengamatan parameter kualitas air dan tanah pada tiga lokasiTable 2. Results of soil and water parameters measurement at three locationsKeterangan Note nm tidak diukur not measuredMaros Pangkep PolmanOksigen terlarut Dissolved oxygen mg/L nm nm Salinity ppt 10-30 15-25 10-21Suhu Temperature °C nm nm organik Organic matter % organik Organic carbon % total N total % air Water qualityParameter ParametersLokasi tambak Pond locationKualitas tanah Soil qualityTabel 3. Hasil pengamatan makrobentos, indeks keanekaragaman, indekskeseragaman, dan indeks dominansi pada ketiga lokasiTable 3. Observation of macrobenthos, diversity index, homogenity index, and domi-nance index at three locationsMaros Pangkep PolmanAssimnae - 4 -Cerithiopsis - - 5Cheritidae - 49 -Columbellidae 29 - -Cacing tambak Fishing worms - 1 -Jenis trisipan Type of mud snail - 13 -Jenis tiram Type of oyster - 2 -Parameter Parameters Indeks keanekaragaman Diversity index H’ 0 0Indeks keseragaman Homogenity index E 1 1Indeks dominansi Dominance index D 1 1Jenis makrobentos Kind of macrobenthos Lokasi Location 26 Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460Budidaya pembesaran kepiting bakau Scylla tranquebarica ..... Muhammad Nur Syafaatmemiliki kelimpahan makrozoobentos yang tinggitetap disarankan untuk menyediakan pakan tambahansesuai dengan dosis yang direkomendasikan 5%-10%untuk menunjang ketersediaan pakan dan jugameminimalisir terjadinya Sintasan, dan ProduksiKegiatan pembesaran krablet kepiting bakau hasilpembenihan pada tiga lokasi menunjukkan adanyavariasi pada rata-rata bobot akhir dan sintasan Tabel4. Bobot akhir rata-rata tertinggi diperoleh pada lokasiPangkep yaitu 199,50 g sintasan 36,94% diikuti olehMaros dengan bobot 158,96 g sintasan 32,31% danterendah yaitu di Polman dengan bobot 130,95 gsintasan 22%. Rendahnya sintasan yang diperoleh padakegiatan budidaya kepiting bakau sangat dipengaruhioleh kanibalisme khususnya pada pemeliharaan dengankepadatan tinggi sehingga perlu dilakukan upayapemasangan shelter dan penyediaan pakan yang & Wickins 1992 mengemukakan bahwa individuyang baru saja melakukan moulting rawan terhadapkanibalisme khususnya pada kondisi budidaya yangpadat. Keberadaan shelter dan ketersediaan pakan yangcukup tidak mengeliminasi menghilangkankanibalisme, meskipun ketiadaan dua hal tersebutdapat meningkatkan kanibalisme. Paterson & Mann2011 menyarankan untuk spesies Scylla dan kepitingperenang swimming crab lainnya ditebar padakepadatan rendah 1 krablet/m2 untuk yang cukup menarik adalah kepadatan yangrendah untuk daerah Polman 0,27 ekor/m2 tidakmenjadikan pertumbuhan dan juga sintasannya lebihbaik dibandingkan dengan lokasi Maros yang memilikikepadatan yang lebih tinggi 0,53 ekor/m2. Hal iniberbeda dengan hasil penelitian Rusdi et al. 1993yang memelihara kepiting bakau di akuarium dengankepadatan 4, 8, dan 12 ekor/m2 dan juga penelitianGunarto & Rusdi 1993 yang memelihara kepitingbakau bobot awal ± 50 g/ekor di tambak dengankepadatan 1, 3, dan 5 ekor/m2, menunjukkan hasil yanglebih baik pada kepadatan yang lebih rendah danberbeda nyata secara statistik P 35 ppt diduga dapat mengganggusiklus moulting sehingga pertumbuhan kurangmaksimal dan dapat menyebabkan rendahnyaproduktivitas dan sintasan yang diperoleh. Pada hewankrustasea pertambahan ukurannya sangat ditentukanoleh seberapa sering dia melakukan moulting karenaselama masa rentang antara moulting yang satu denganmoulting berikutnya kepiting bakau tidak bertambahukuran namun hanya bertambah bobot. Salinitas yangrendah di daerah Polman yang disertai denganketidaklancaran penggantian air selama prosesbudidaya diduga berpengaruh terhadap rendahnyapertumbuhan yang diperoleh dibandingkan denganlokasi lainnya. Berdasarkan hasil pertumbuhan,sintasan, dan produksi yang diperoleh Tabel 4,keberhasilan pembesaran krablet di tambak,tergantung pada ketersediaan pakan yang cukup,Tabel 4. Pertumbuhan, sintasan, dan produksi kepiting bakau yang dipelihara pada tiga lokasi tambakTable 4. Growth, survival, and production of mud crab at the three different pondsMaros Pangkep Polman2800 5,000 2, pemeliharaan hari / Rearing periods days 92 91 101Bobot awal g/ekor / Initial weight g/ind. akhir rata-rata g/ekor / Average final weight g/ind. ± ± ± mutlak Absolute growth g harian g/hari / Daily growth g/day pertumbuhan harian Daily growth rate % Survival rate % 22Produksi kg/petakan / Production kg/plot Production kg/ha tambak Pond locations Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 27Media Akuakultur, 13 1, 2018, 21-30keberadaan shelter, pergantian air secara rutin dankondisi kualitas air yang optimal; selain itu,produksinya dapat ditingkatkan melalui penambahanpadat tebar sampai 1 ekor/ UsahaHasil analisis usaha untuk ketiga lokasi setelahdikonversi keluasan hektar disajikan pada Tabel 5 dan6. Perhitungan analisis usaha dimaksudkan sebagaibahan kajian untuk mengetahui sejauh mana prospekusaha pembesaran krablet kepiting bakau hasilpembenihan di tambak pada tiga lokasi dengan dayadukung yang berbeda. Adi 2011 mengemukakanbahwa analisis usaha perikanan budidaya bertujuanuntuk mengetahui gambaran secara jelas modal atauinvestasi yang diperlukan untuk operasional suatuusaha kegiatan produksi tambak per musim tanamatau dalam satu tahun dan secara garis besar petaniatau pelaku usaha perikanan dapat mengetahuipenerimaan dan keuntungan yang diperoleh, sertabeberapa lama kemungkinan modal investasi tersebutdapat analisis usaha yang dilakukan makausaha pembesaran kepiting bakau di tambakmenggunakan krablet asal hatchery merupakan usahayang layak yang dapat dilihat dari nilai R/C rasio yanglebih besar dari satu untuk semua lokasi. Pendapatantertinggi diperoleh pada lokasi Maros yaituRp disusul oleh Pangkep danPolman dengan pendapatan masing-masingRp dan Rp Nilaikeuntungan setelah dikonversi keluasan hektardiperoleh keuntungan tertinggi pada lokasi Maroskarena didukung dengan kepadatan awal yang lebihtinggi dibandingkan dua lokasi lainnya dan kondisisalinitas yang baik. Usaha pembesaran krablet kepitingTabel 5. Investasi dan pendapatan yang diperoleh pada ketiga lokasi setelah dikonversikeluasan hektarTable 5. Investments and income analyses at the three location per one hectare pond areaMaros Rp Pangkep Rp Polman RpA 10,851,250 6,918,600 6,345,350 a 3,000,000 3,000,000 3,000,000 - Lahan tambak milik sendiri Pond owned 0 0 0- Waring hitam Black hapa 2,400,000 2,400,000 2,400,000 - Bambu Bamboo 400,000 400,000 400,000 - Sero, baskom, dan lain-lain Scoop, basin, etc 200,000 200,000 200,000 b 7,851,250 3,918,600 3,345,350 B 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 300,000 C 7,851,250 3,918,600 2,345,350 - 2,625,000 1,200,000 1,374,500 - 50,000 100,000 250,000 - 4,676,250 2,118,600 1,220,850 - 500,000 500,000 500,000 D 8,151,250 4,218,600 3,645,350 EF 13,606,000 8,843,000 3,962,500 G 545,750 4,624,000 317,150 Nilai produksi total ETotal production value EKeuntungan usaha total F-DTotal business profits F-DItem8,843,000 Investasi a + b Investments a+bBiaya tetap Fixed costBiaya variabel Variable cost 3,962,500 13,606,000 Lahan dan peralatan Land and equipmentModal kerja biaya variabelWorking capital Variable costPenyusutan alat Tools depreciationKrablet kepiting bakau Rp500,00/ekorMud crab crablet IDR 500/ind.Transportasi krablet Crablet transportationPakan ikan rucah dan ikan liar di sekitar tambakFeed trash fish and wild fish around the pondLain-lain konsumsi dan upah panenEtc consumption and harvest costJumlah panen kg x x 1 siklusYield kg x IDR 50,000 x 1 cycleTotal biaya produksi B+C Cost production B+CPenjualan kepiting Crab selling 28 Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460Budidaya pembesaran kepiting bakau Scylla tranquebarica ..... Muhammad Nur Syafaatbakau hasil pembenihan di tambak memiliki prospekyang cukup baik meskipun masih membutuhkanbanyak kajian untuk pengembangannya, terutamaupaya meminimalisasi kanibalisme dan meningkatkanpendapatan yang diperoleh melalui perbaikan teknikbudidaya dan penerapan sistem akhir rata-rata yang diperoleh pada ketigalokasi untuk masa pemeliharaan selama tiga bulanberkisar g/ekor 163,17 ± 34,42,sintasan 22%-36,94% 30,41 ± 7,65 dan produksi79,25-272,12 kg/ha 176,07 ± 96,43. Keuntungantertinggi diperoleh pada lokasi Maros kemudian lokasi Pangkep dan terendah di lokasi Polmanyaitu Nilai R/C rasio untuksemua lokasi menunjukkan lebih besar dari satu yangberarti bahwa usaha pembesaran kepiting bakau ditambak menggunakan krablet asal hatchery merupakanusaha yang TERIMA KASIHUcapan terima kasih disampaikan kepada segenaptim pembenihan kepiting bakau di Instalasi TambakPercobaan Marana dan juga kepada para pembudidayaTabel 6. Perbandingan analisis usaha pada ketiga lokasi setelah dikonversi keluasan hektarTable 6. Comparative business analysis at the three locations per one hectare pond areaUraian Maros Pangkep Polmana Pendapatan Income 13,606,000 8,843,000 3,962,500 b Keuntungan Profit 5,454,750 4,624,400 317,150 cCash flow arus kasKeuntungan + penyusutan Profit + depreciationd Rentabilitas ekonomi Economic rentabilityKeuntungan/total investasi x 100%Profit/total investment x 100%ePay back periodTotal biaya invest/cash flowTotal investment/cash flowfBreak event point BEP harga Price RpTotal biaya produksi/total produksi kgCost production/production total kggBreak event point BEP volume volume kgTotal biaya produksi/harga jual per kgCost production/selling price per kghR/C rasio biaya penerimaan/biaya produksiR/C ratio Crab selling/production cost 84 73 30,231 23,852 46,021 5,754,750 4,924,400 617,150 50 67 5Gambar 3. Kepiting bakau hasil panen pada tiga lokasi; A Maros, B Pangkep,C 3. Mud crab harvest at the three locations; A Maros, B Pangkep, C Polman. Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460 29Media Akuakultur, 13 1, 2018, 21-30yang terlibat di tiga lokasi. Kegiatan ini dibiayai danapenelitian Balai Penelitian Perikanan Budidaya AirPayau yang bersumber dari APBN 2016 denganpenanggung jawab kegiatan Bapak Drs. Gunarto, ACUANAdi, 2011. Analisis usaha perikanan Besar Pengembangan Budidaya Air 44 & Birtles, 1989. Soft-sedimentmarine invertebrates of Southest Asia and Aus-tralia A guide to identification. Australian Insti-tute of Marine Science. Australia, 272 & Rusdi, I. 1993. Budidaya kepiting bakauScylla serrata di tambak pada padat penebaranberbeda. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai, 93, & Syafaat, 2015. Budidaya pembesarankepiting bakau di tambak bakau. Dalam Rosmiati,Jompa, H., Rangka, Pirzan, M., & Natsir, tahunan Balai Penelitian danPengembangan Budidaya Air Payau Tahun hlm. Syafaat, Herlinah, Parenrengi, A., &Mustafa, A. 2016. Aspek biologi dan teknikproduksi benih kepiting bakau Scylla spp. BadanPenelitian dan Pengembangan Kelautan danPerikanan, Kementerian Kelautan dan 62 & Gunarto. 2013. Pertumbuhankepiting bakau Scylla olivacea dan Scyllaparamamosain hasil pembenihan Balai Penelitiandan Pengembangan Budidaya Air Payau Seminar Nasional Tahunan X Hasil PenelitianPerikanan dan Kelautan Tahun 2013. JurusanPerikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian, Uni-versitas Gadjah Mada. Jogjakarta, pRB 08-6 Sulaeman, & Tenriulo, A. 2010. Pembesarankepiting bakau Scylla serrata di tambak denganpemberian pakan berbeda. Prosiding Forum InovasiTeknologi Akuakultur, hlm. & Wickins, 1992. Crustacean farm-ing. New York John Wiley & Sons,Inc., 392 2013. Aquaculture engineering. Secondedition. UK Wiley-Blackwell, John Wiley & Sons, & Azizah, 2009. Alternativefeeds and daily rations for mud crab Scylla serrataF. culture. Proceeding of the Asia Pacific AquacultureConference. Kuala Lumpur, Rudi, E., Muhammad, & Setiawan, I.2006. Pengaruh perbedaan jenis pakan danransum harian terhadap pertumbuhan dankelangsungan hidup kepiting bakau Scylla serrata.Ilmu Kelautan, II4, F., Hidayat, & Mukid, 2013.Aplikasi bio-ekologi makrobenthos sebagaiindikator tingkat kesuburan tambak. Jurnal Sainsdan Matematika, 213, & Mann, 2011. Mud crab aquac-ulture, in Recent advances and new species inaquaculture. Fotedar, & Phillips, Eds..UK Wiley-Blackwell, Oxford, p. S., & Juwana, S. 2014. Kajian awalpembesaran benih kepiting bakau Scyllaparamamosain asal laboratorium menggunakankeramba jaring dasar. Oseanologi dan Limnologi diIndonesia 2014, 402, S., & Juwana, S. 2016. Penetapan kebutuhanharian pakan ikan rucah untuk penggemukankepiting bakau Scylla paramamosain di kerambajaring dasar. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,11, Rajapackiam, S., & Sunderarajan, D. 2002.Mud crab Scylla tranquebarica culture in earthenpond at Tuticorin. J. Mar. biol. Ass. India, 441&2, & Pirzan, M. 2006. Komunitasmakrozoobentos pada kawasan budidaya tambakdi pesisir Malakosa Parigi-Moutong, SulawesiTengah. Biodiversitas, 74, L., Samidjan, I., & Rachmawati, D. 2014.Pengaruh persentase jumlah pakan buatan yangberbeda terhadap pertumbuhan dan kelulusanhidupan kepiting bakau Scylla paramamosain. Jour-nal of Aquaculture Management and Technology, 34, I., Pantjara, B., & Cholik, F. 1993. Pengaruhperbedaan padat penebaran dan jumlah naunganterhadap kelangsungan hidup kepiting bakau, Scyllaserrata dalam kondisi laboratorium. JurnalPenelitian Budidaya Pantai, 91, C., & Lovatelli, A. 2011. Mud crab aquacul-ture A practical manual FAO Fisheries and aquac-ulture technical paper Rome, 78 & Carlton, 1975. Light’s manual In-tertidal invertebrates of the central californiacoast. University of California press, 716 Widodo, & Herlinah. 2010. Polikulturkepiting bakau Scylla serrata dan rumput lautGracillaria verrucosa dengan metode tebar yangberbeda. Prosiding Forum Inovasi TeknologiAkuakultur, hlm. 211-219. 30 Copyright 2018, Media Akuakultur, p-ISSN 1907-6762; e-ISSN 2502-9460Budidaya pembesaran kepiting bakau Scylla tranquebarica ..... Muhammad Nur SyafaatSyafaat, Pantjara, B., & Rangka, 2013.Aklimatisasi benih nila merah O. niloticus toleransalinitas tinggi siap tebar menggunakan wadahyang berbeda dengan kepadatan tinggi. ProsidingForum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013,hlm. Sulaeman, & Jompa, H. 2010.Pembesaran kepiting bakau, Scylla serrata, di lahanmangrove dengan sistem silvo-fishery. ProsidingSeminar Nasional Limnologi V, hlm. 750-759. ... after three months of culture, while the other treatments only reach 150 g/ind. [17][18][19][20][21][22][23][24][25]. On the other hand, the technology for mangrove crab seed production already exists in Indonesia [9], but the output is still fluctuating. ...The effect of ice trash fish, Leiognathus equula Forsskål, 1775 Percomorphi, Leiognathidae and oyster, Crassostrea iredalei Faustino, 1932 Ostreida, Ostreidae on the growth and mating of the mud crab, Scylla paramamosain Estampador, 1950 Brachyura, Portunidae, cultured in a controlled tankThe aim of this study was to determine the most suitable kind of feed for the mud crab, Scylla paramamosain , to grow from juvenile to broodstock size and to monitor their monthly size and growth rate, as well as to 1 record them reaching maturity and 2 their subsequent mating frequency. For this research, a Complete Randomized Design was used with three treatments. Each treatment was carried out with 40 individuals. The crabs are usually grown in 90 m ³ concrete tanks. The three feeds tested were A trash fish, Leiognathus equula , B a combination of that ice trash fish and oyster meat from Crassostrea iredalei , and, C that same oyster meat only. The feed was always given at 3-10% of total body weight/day. Newly adult male crabs were selected for mating with a newly adult female crab. The male crabs fed treatments B and C grew faster than male crabs fed treatment A. While the female crabs fed treatment C grew significantly faster than female crabs fed treatment A , but not significantly than the female crabs fed treatment B . A total of 30 female crabs were followed in mating from July 2020 to January 2021, and the highest mating intensity was found from September to October 2020. The present study indicates that mud crabs grow fast when they are fed treatment C, oyster meat nursery stages of mud crab, genus Scylla, proceed from the megalopa stage to crablet instar stages. We review the definition and several of the key stages in mud crab nursery activities. The practice of the direct stocking of megalopa into ponds is not recommended due to their sensitivity. Instead, nursery rearing is needed to grow-out mud crabs of a larger size before pond stocking. Individual nursery rearing results in a higher survival rate at the expense of growth and a more complicated maintenance process compared with communal rearing. The nursery of mud crabs can be done both indoors or outdoors with adequate shelter and feed required to obtain a good survival percentage and growth performance. Artemia nauplii are still irreplaceable as nursery feed, particularly at the megalopa stage, while the survival rate may be improved if live feed is combined with artificial feed such as microbound diet formulations. Water quality parameters, identical to those proposed in tiger shrimp cultures, can be implemented in mud crab rearing. The transportation of crablets between different locations can be done with or without water. The provision of monosex seeds from mud crab hatcheries is expected to become commonplace, increasing seed price and thus improving the income of farmers. Numerous aspects of a mud crab nursery including nutrition; feeding strategies; understanding their behaviour, cannibalism; control of environmental factors and practical rearing techniques still need further PermadiSri Juwanastrong>Determination of Daily Requirement of Trash Fish Feed to Fatten The Mangrove Crab Scylla paramamosain in Bottom Net Cages. Mangrove crab fattening is part of the crab farming activities that attracts the interests of the farmers due to its relatively short period, 14–21 days per cycle. Trash fish is a natural feed for Mangrove crabs that is easily available at an affordable price. Scientific information on the daily requirement of trash fish feed to fatten the Mangrove crabs is still scarce. The accessable scientific information on the amount of daily feeding is still limited to the rearing of the crabs. Hence, the scientific study on the daily requirement of trash fish feed for crab fattening needs to be done. Probolinggo is one of the producing districts for Mangrove crabs and is a potential area for development of crab aquaculture. Therefore, Probolinggo was chosen as the site of this research. Crab samples utilized had a carapace width of 8–13 cm and a weight of 115–500 g. Crabs were reared in bottom net cages measuring 5 x 5 m2 with a density of 16 crabs/cage and the sex ratio of 1 1. The study consisted of 4 treatments with 3 repetitions. The daily feeding percentages given were 10, 15, 20, and 25% of the body weight of the crabs. The parameters observed during the 13 days of experiment were growth, survival rate, and the percentage of already fatter crabs. The results showed that the daily feed ration of trash fish, as much as 10% dan 15% of the body weight of the crab, gave the best yield for crab fattening. The survival rate obtained was 70% of the initial density of crabs/m2, with a total weight gain of 14% during the study.
Kepitingbakau (S. serrata Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya perikanan bernilai ekonomis tinggi dan potensial untuk dibudidayakan. Pakan adalah faktor produksi yang penting dalam budidaya kepiting bakau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pelet yang berbeda ukuran bagi pertumbuhan kepiting
Kepiting lumpur Scylla serrata adalah salah satu portunid terbesar yang hidup di pantai dan rawa-rawa bakau serta tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik. Mereka umumnya hidup di hutan bakau dan toleran terhadap perubahan salinitas. Kepiting ini memiliki nilai ekonomi dan nutrisi yang tinggi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk produksi misalnya seperti kepiting hidup, kepiting cangkang lunak, daging kepiting, dan diolah menjadi berbagai bahan baku farmasi, karenanya ada banyak permintaan dan harga tinggi di pasar domestik dan internasional. Di Indonesia, karena kelezatannya dan ukurannya yang lebih besar, permintaan pasar terhadap kepiting ini meningkat khusunya di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatra, Papua, dan Papua Barat, serta Jepang, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis. Nelayan Asia Tenggara telah membudidayakan kepiting lumpur untuk waktu yang lama, yang didasarkan pada kepiting muda yang diambil dari penangkapan alam, dan digemukkan di kolam atau sungai pasang surut. Seperti yang telah dilakukan oleh para nelayan. Budaya kepiting di tambak menunjukkan beberapa kelemahan, seperti membutuhkan area yang luas, terpapar polusi, penetrasi sinar matahari yang tinggi akan ke kepiting, kanibalisme, kepiting yang melarikan diri dari tambak yang masih tinggi, kebiasaan menggali yang menyebabkan panen sulit, keamanan rendah, dan boros. Beberapa budaya komersial kepiting lumpur telah dilakukan tetapi kelangsungan hidup yang rendah telah menjadi hambatan utama untuk operasi komersial. Penyebab utama kematian pada S. serrata karena mereka dipelihara di kolam pemeliharaan komunal atau tangki. Dalam budaya kepiting dengan metode kolam pemeliharaan komunal, predasi intraspesifik merupakan sumber kematian yang penting, seperti Macrobrachium rosembergii, Homarus americanus, Cancer master, Cancer pagurus, Porcellana platycheles dan Paralithodes camtschaticus. Oleh karena itu, kanibalisme adalah salah satu alasan utama kegagalan dalam pengembangan metode budidaya untuk berbagai spesies kepiting. Dengan mempertahankan kepiting lumpur dalam wadah individu, kelangsungan hidup kepiting lumpur dapat ditingkatkan dibandingkan dengan kepiting yang dipelihara di kolam di mana kanibalisme sering terjadi. Perbaikan atau inovasi sistem budidaya kepiting melalui teknologi budidaya kepiting dalam kotak baterai yang direndam dalam kolam menunjukkan beberapa kelemahan, seperti tingkat kematian yang tinggi, penurunan kualitas air, terpaparnya sinar matahari, sistem resirkulasi air yang buruk, efisiensi lahan yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan kenyamanan kerja yang rendah. Kemudian, perlu untuk memperkenalkan sistem canggih dalam budidaya kepiting dengan mengoperasikan aliran atau resirkulasi fasilitas budidaya berbasis lahan. Sistem akuakultur kepiting dengan resirkulasi air dalam kandang wadah atau ember adalah sistem canggih yang menyediakan kandang budidaya individual untuk setiap kepiting untuk menghindari kepiting saling membunuh. Sistem ini dilengkapi dengan sistem air resirkulasi yang melewati filter air untuk memurnikan dan meningkatkan oksigen ke media kultur. Sistem resirkulasi akuakultur ini adalah alat yang diperlukan untuk menyediakan produksi akuakultur yang berkelanjutan dengan dampak lingkungan yang rendah. Sistem ini secara otomatis mengeluarkan kotoran dan sisa makanan untuk mempertahankan kualitas air yang baik di setiap wadah. Sistem akuakultur ini sangat berguna dalam mendukung pengembangan budidaya kepiting yang memiliki dampak positif dalam meningkatkan agroindustri kelautan, khususnya budidaya kepiting lumpur di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau yang dibudidayakan dalam sistem budidaya kepiting dengan resirkulasi air dalam wadah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi baru tentang sistem budidaya kepiting skala rumah tangga yang lebih efisien, ekologis, yang dapat menyelesaikan masalah budidaya kepiting tradisional. Kegiatan penelitian dilakukan di laboratorium akuakultur di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pesisir Universitas Diponegoro, Jepara, Indonesia. Hewan percobaan yang digunakan adalah kepiting lumpur S. serrata dengan berat 73-87 g. Setiap kepiting ditempatkan secara terpisah di masing-masing ember kepiting, di mana 1 ember berisi 1 kepiting individu. Ember kepiting yang digunakan terbuat dari bahan plastik dengan diameter dan tinggi masing-masing 22 x 25 cm, dan dipasang dengan sistem akuakultur resirkulasi. Dua jenis sistem kandang kultur diterapkan sebagai percobaan. Pertama, kandang terbuka tanpa tutup ember diklasifikasikan dalam kelompok A dan kedua, kandang tertutup dengan tutup ember diklasifikasikan dalam Kelompok B. Pengamatan parameter dilakukan pada kemampuan bertahan hidup dan pertumbuhan kepiting lumpur. Kualitas air media kultur diukur dan dianalisis sebagai faktor pendukung. Data dianalisis menggunakan ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tahan kepiting lumpur antara 63 hingga 79% selama 48 hari budidaya. Pertumbuhan absolut adalah antara 33 hingga 76 g atau 0,68 hingga 1,58 g/hari setelah periode kultur. Tingkat pertumbuhan spesifik kepiting lumpur berkisar antara 0,67 hingga 1,36%/hari. Parameter kualitas air media kultur dengan menggunakan sistem air resirkulasi masih dalam kisaran yang tepat untuk kehidupan kepiting lumpur. Disimpulkan bahwa penerapan sistem budidaya perikanan resirkulasi keranjang kepiting dapat memberikan harapan bagi pengembangan budidaya kepiting lumpur di masa depan. Penulis Agoes Soegianto Tulisan detail tentang riset ini dapat dilihat di Bambang Yulianto, Sunaryo, Nur Taufiq Ali Djunaedi, Subagiyo, Adi Santosa dan Agoes Soegianto. 2019. Survival and Growth of mud crab Scylla serrata Forsskål, 1775 reared in crab bucket recirculating aquaculture system. Ecology, Environment and Conservation Paper EM Interbational, Vol 25, July Suppl. Issue, 2019; Page No.S119-S128
DaftarIsi. 1 Cara Budidaya Kerang Mutiara Laut. 1.1 Pilih Indukan Berkualitas. 1.2 Proses Penanaman Indukan Kerang. 1.3 Proses Reproduksi Kerang Mutiara. 1.4 Proses Operasi Penambahan Nukleus. 1.5 Proses Penyayatan. 1.6 Proses Penyesuaian Pada Habitatnya. 1.7 Proses Pembentukan Mutiara.
Mengetahuibegitu banyaknya manfaat pengaplikasian produk GDM Organik, berikut cara mengaplikasikan probiotik pada budidaya ikan arwana dengan dosis berikut: Sediakan air dalam ember kecil. Tuangkan Suplemen Organik Cair GDM Spesialis Perikanan ke dalam air tersebut, dengan dosis 6 ml/m2. Aduk larutan tersebut hingga homogen.
Jadibisa dibayangkan bila budidaya kepiting itu dilakukan dengan sistem semi atau full intensif maka bisa dipastikan pembudidaya kepiting akan semakin banyak mendapatkan rejeki. Biasanya, setiap hektar tambak dapat ditebari 1000 ekor bibit dengan ukuran lebar karapas 4-6 cm yang dibeli dari nelayan pengumpul seharga Rp.350 - 500.
Kepitingbakau ( Scilla seratta) merupakan salah satu sumberdaya hayati perairan bernilai ekonomis tinggi, serta merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk di budidayakan.Jenis biota ini telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis (Giles, 2000). Kepiting bakau telah dikenal baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang
Waktupanen Budidaya Kepiting bakau Buat melakukan panen Kepiting, Kami menganjurkan memakai jaring. Sesudah itu, lekas ikat vcapit, kaki jalan, serta pula kaki renangnya supaya tidak saling mencapit dengan Kepiting yang lain. Cara ini dicoba saat sebelum kepiting dimasukkan dalam kolam penampungan.
BudidayaIkan dalam Ember (BUDIKDAMBER) JULI NURSANDI, S.Pi., M.Si. POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG Hp / WA 08 121 393 0000 fMengapa Membudidayakan Ikan dalam Ember? Ancaman Peluang Keterbatasan lahan untuk budidaya ikan Kebutuhan protein hewani dari perikanan dan sayuran terus meningkat Kualitas dan kuantitas air yang baik utk budidaya ikan semakin
naNgUT. 9cn08bmhhy.pages.dev/9899cn08bmhhy.pages.dev/6059cn08bmhhy.pages.dev/1439cn08bmhhy.pages.dev/6459cn08bmhhy.pages.dev/5009cn08bmhhy.pages.dev/3309cn08bmhhy.pages.dev/4209cn08bmhhy.pages.dev/2849cn08bmhhy.pages.dev/3459cn08bmhhy.pages.dev/2629cn08bmhhy.pages.dev/7969cn08bmhhy.pages.dev/8079cn08bmhhy.pages.dev/1309cn08bmhhy.pages.dev/4809cn08bmhhy.pages.dev/726
budidaya kepiting dalam ember